Akhirnya Irene GMW Pertama Indonesia!
Akhirnya kabar gembira itu tiba juga, Irene Kharisma Sukandar dipastikan menyandang gelar GMW (Grandmaster Wanita) setelah norma GMW ketiganya diumumkan telah diraih pada Olimpiade Dresden, Jerman, bulan November 2008 kemarin. Kepastian Irene meraih norma GMW ketiganya diketahui setelah Presiden Confederasi Catur ASEAN Ignatius Leong dari Singapura memberikan sertifikat norma GMW ketiga tersebut saat Irene tengah bertanding di Singapore Open, 9-14 Desember 2008.
Saat itu Sabtu sore 13 November 2008, Singapore Open sudah memasuki babak kedelapan. Irene yang gelisah karena tawaran remisnya ditolak oleh Yang Kaiqi (rating 2429) dari Cina, tengah berjalan menuju kamar kecil dan secara kebetulan berpapasan dengan Presiden Assosiasi Catur ASEAN Ignatius Leong yang langsung menahannya dan memberikan sertifikat yang diidam-idamkannya itu.
“Ah, yang benar, seriuskah ini,” kata itu yang langsung terlontar dari bibir Irene. “Sebab sudah dihitung tempo hari rata-rata ratingnya kurang sedikit dari persyaratan,” jelas Irene polos. “Kamu lihat saja sertifikat tersebut, siapa saja yang menandatanganinya? Perhatikan pula keaslian stempelnya. Kok bukannya senang malah meragukan?” ujar Leong heran.
Tentu saja Irene senang bukan main. Bahkan nyaris dia tidak dapat lagi mengendalikan gejolak dalam dadanya. Hatinya seperti meloncat-loncat hendak keluar dari tempatnya. Saat ia kembali ke kursinya dan duduk di hadapan Yang Kaiqi yang pekan sebelumnya menjuarai Korean Open, Irene masih belum bisa mengendalikan rasa gembiranya yang meletup-letup itu.
“Hati saya berdebar-debar terus, gimana gitu rasanya. Saya mau menawarkan remis lagi, tapi saya takut ditolak lagi, jadi saya main terus saja dengan memikirkan langkah yang simpel-simpel aja,” cerita Irene melalui sambungan telepon internasional Singapura-Malaysia (saya sedang berada di Kuala Lumpur membawa tiga pecatur cilik Sekolah Catur Utut Adianto mengikuti Kuala Lumpur Open). “Eh ternyata malah saya menang,” tutur Irene dengan perasaan yang masih berbunga-bunga.
Total Performance Rating
Kapten tim putri Indonesia untuk Olimpiade Dresden 2008 MF Sebastian Simanjuntak ketika dihubungi menyebutkan rating rata-rata lawan Irene masih kurang tujuh poin dari persyaratan minimal. “Tapi ketika saya tanyakan ke Leong, beliau bilang biarlah itu tanggung jawab para wasit yang menghitung. Yang penting tanda tangan dan stempelnya asli,” tutur Sebastian yang juga main pada Singapore Open maupun Kuala Lumpur Open.
“Sebagai wasit ketua Olimpiade Catur Dresden, tugas saya menandatangani seluruh sertifikat norma gelar yang disodorkan seluruh tim wasit yang bertugas di sana. Saya tidak merasa perlu mengecek ulang perhitungan maupun aturan mana yang mereka pergunakan. Saya percaya mereka semua memang sudah memiliki kualifikasi untuk itu,” jelas Ignatius Leong yang juga Sekjen FIDE itu ketika dihubungi.
Sewaktu di Dresden, setelah Irene mencapai angka 6,5 poin dari sembilan babak yang tergolong lumayan tinggi, sebetulnya saya sudah menghitung rata-rata rating lawan Irene pada sembilan babak pertama tersebut yang hanya 2002 karena lawan pertamanya Nicole Rio da Silva dari Makau tidak memiliki rating. Ketika saya umpamakan rating Nicole 2050 sesuai aturan FIDE yang membolehkannya, maka rating rata-ratanya menjadi 2230, tetap masih kurang lima poin untuk mencapai batas minimal persyaratan yang 2235-2275.
Yang tidak saya sangka, rating lawan babak ketujuh Irene, Wijesuriya GV dari Sri Lanka yang ratingnya sangat rendah, yaitu 1937, ternyata juga boleh dianggap 2050! Saat itu saya berpikir terlalu ke”gr”an dan sangat memaksakan diri menaikkan rating lawan yang jelas-jelas tertulis 1937! Kalau teori tersebut keliru, maka akan sangat memalukan jika sampai mempublikasikan berita yang keliru. Apalagi sejumlah rekan wasit internasional asing yang saya tanyakan selalu mengatakan selalu menjawab klise: “Nanti saya masukkan dulu data-data tersebut ke komputer biar komputer yang menghitung. Pasti jawabannya akurat.”
Kalau dua orang lawan Irene yang ratingnya terrendah tersebut dinaikkan menjadi 2050, maka hitungan rata-ratanya menjadi 2242. Artinya memenuhi persyaratan aturan norma GMW yang didasarkan pada aturaan konvensional seperti pada turnamen open. Maksud saya Irene mendapat norma GMW untuk 9 babak. Itu mencukupi karena pada dua norma GMW yang diraih Irene tahun ini pada JAPFA Chess Festival dan Malaysia Open, Irene sudah memainkan 20 babak atau hanya membutuhkan norma GMW ketiga yang jumlah babaknya cukup tujuh saja!
Namun kalau melihat sertifikat norma GMW yang diberikan ke Irene (terlampir dalam siaran pers ini), itu berdasarkan peraturan Total Perfomance Rating (TPR) yang dibuat Irene yang melampaui angka 2400, yang berarti mencapai norma GMW untuk 20 babak! TPR Irene pada sembilan babak pertama Olimpiade Dresden (setelah kedua rating terrendah lawannya diupgrade) mencapai 2409!
Di bawah ini data-data sembilan lawan pertama Irene pada Olimpiade Dresden 2008. Irene remis lawan Gulmira, Yelena dan Arianne. Kalah dari Tatiana, dan menang dari lima sisanya.
1. Nicole Rio da Silva Nicole (MAC) 0 (diupgrade jadi 2050)
2. MIW Gulmira Dauletova (KAZ) 2253
3. MI Yelena Dembo (GRE) 2446
4. MI Tatiana Kosintseva (RUS) 2513
5. MIW Monika Seps (SUI) 2203
6. MIW Arianne Caoili (AUS) 2170
7. CMW Wijesuriya G V (SRI) 1937 (diupgrade jadi 2050)
8. GMW Olga Zimina (ITA) 2368
9. MIW Rani Hamid (BAN) 2132
PB Percasi Puas
Kabar gembira ini tentu saja disambut dengan penuh suka cita oleh para pengurus PB Percasi. “Kami tentu saja senang sekali mendengar kabar ini karena setelah melihat begitu beratnya perjalanan Irene dalam upaya mencetak sejarah ini, kami pikir baru tahun depan Irene akan berhasil,” tutur Sekjen PB Percasi Harry Jaya Pahlawan yang dihubungi melalui telepon.
Teks foto : Irene Kharisma Sukandar waktu di kota tua Dresden (Foto oleh Kristianus Liem)
Saat itu Sabtu sore 13 November 2008, Singapore Open sudah memasuki babak kedelapan. Irene yang gelisah karena tawaran remisnya ditolak oleh Yang Kaiqi (rating 2429) dari Cina, tengah berjalan menuju kamar kecil dan secara kebetulan berpapasan dengan Presiden Assosiasi Catur ASEAN Ignatius Leong yang langsung menahannya dan memberikan sertifikat yang diidam-idamkannya itu.
“Ah, yang benar, seriuskah ini,” kata itu yang langsung terlontar dari bibir Irene. “Sebab sudah dihitung tempo hari rata-rata ratingnya kurang sedikit dari persyaratan,” jelas Irene polos. “Kamu lihat saja sertifikat tersebut, siapa saja yang menandatanganinya? Perhatikan pula keaslian stempelnya. Kok bukannya senang malah meragukan?” ujar Leong heran.
Tentu saja Irene senang bukan main. Bahkan nyaris dia tidak dapat lagi mengendalikan gejolak dalam dadanya. Hatinya seperti meloncat-loncat hendak keluar dari tempatnya. Saat ia kembali ke kursinya dan duduk di hadapan Yang Kaiqi yang pekan sebelumnya menjuarai Korean Open, Irene masih belum bisa mengendalikan rasa gembiranya yang meletup-letup itu.
“Hati saya berdebar-debar terus, gimana gitu rasanya. Saya mau menawarkan remis lagi, tapi saya takut ditolak lagi, jadi saya main terus saja dengan memikirkan langkah yang simpel-simpel aja,” cerita Irene melalui sambungan telepon internasional Singapura-Malaysia (saya sedang berada di Kuala Lumpur membawa tiga pecatur cilik Sekolah Catur Utut Adianto mengikuti Kuala Lumpur Open). “Eh ternyata malah saya menang,” tutur Irene dengan perasaan yang masih berbunga-bunga.
Total Performance Rating
Kapten tim putri Indonesia untuk Olimpiade Dresden 2008 MF Sebastian Simanjuntak ketika dihubungi menyebutkan rating rata-rata lawan Irene masih kurang tujuh poin dari persyaratan minimal. “Tapi ketika saya tanyakan ke Leong, beliau bilang biarlah itu tanggung jawab para wasit yang menghitung. Yang penting tanda tangan dan stempelnya asli,” tutur Sebastian yang juga main pada Singapore Open maupun Kuala Lumpur Open.
“Sebagai wasit ketua Olimpiade Catur Dresden, tugas saya menandatangani seluruh sertifikat norma gelar yang disodorkan seluruh tim wasit yang bertugas di sana. Saya tidak merasa perlu mengecek ulang perhitungan maupun aturan mana yang mereka pergunakan. Saya percaya mereka semua memang sudah memiliki kualifikasi untuk itu,” jelas Ignatius Leong yang juga Sekjen FIDE itu ketika dihubungi.
Sewaktu di Dresden, setelah Irene mencapai angka 6,5 poin dari sembilan babak yang tergolong lumayan tinggi, sebetulnya saya sudah menghitung rata-rata rating lawan Irene pada sembilan babak pertama tersebut yang hanya 2002 karena lawan pertamanya Nicole Rio da Silva dari Makau tidak memiliki rating. Ketika saya umpamakan rating Nicole 2050 sesuai aturan FIDE yang membolehkannya, maka rating rata-ratanya menjadi 2230, tetap masih kurang lima poin untuk mencapai batas minimal persyaratan yang 2235-2275.
Yang tidak saya sangka, rating lawan babak ketujuh Irene, Wijesuriya GV dari Sri Lanka yang ratingnya sangat rendah, yaitu 1937, ternyata juga boleh dianggap 2050! Saat itu saya berpikir terlalu ke”gr”an dan sangat memaksakan diri menaikkan rating lawan yang jelas-jelas tertulis 1937! Kalau teori tersebut keliru, maka akan sangat memalukan jika sampai mempublikasikan berita yang keliru. Apalagi sejumlah rekan wasit internasional asing yang saya tanyakan selalu mengatakan selalu menjawab klise: “Nanti saya masukkan dulu data-data tersebut ke komputer biar komputer yang menghitung. Pasti jawabannya akurat.”
Kalau dua orang lawan Irene yang ratingnya terrendah tersebut dinaikkan menjadi 2050, maka hitungan rata-ratanya menjadi 2242. Artinya memenuhi persyaratan aturan norma GMW yang didasarkan pada aturaan konvensional seperti pada turnamen open. Maksud saya Irene mendapat norma GMW untuk 9 babak. Itu mencukupi karena pada dua norma GMW yang diraih Irene tahun ini pada JAPFA Chess Festival dan Malaysia Open, Irene sudah memainkan 20 babak atau hanya membutuhkan norma GMW ketiga yang jumlah babaknya cukup tujuh saja!
Namun kalau melihat sertifikat norma GMW yang diberikan ke Irene (terlampir dalam siaran pers ini), itu berdasarkan peraturan Total Perfomance Rating (TPR) yang dibuat Irene yang melampaui angka 2400, yang berarti mencapai norma GMW untuk 20 babak! TPR Irene pada sembilan babak pertama Olimpiade Dresden (setelah kedua rating terrendah lawannya diupgrade) mencapai 2409!
Di bawah ini data-data sembilan lawan pertama Irene pada Olimpiade Dresden 2008. Irene remis lawan Gulmira, Yelena dan Arianne. Kalah dari Tatiana, dan menang dari lima sisanya.
1. Nicole Rio da Silva Nicole (MAC) 0 (diupgrade jadi 2050)
2. MIW Gulmira Dauletova (KAZ) 2253
3. MI Yelena Dembo (GRE) 2446
4. MI Tatiana Kosintseva (RUS) 2513
5. MIW Monika Seps (SUI) 2203
6. MIW Arianne Caoili (AUS) 2170
7. CMW Wijesuriya G V (SRI) 1937 (diupgrade jadi 2050)
8. GMW Olga Zimina (ITA) 2368
9. MIW Rani Hamid (BAN) 2132
PB Percasi Puas
Kabar gembira ini tentu saja disambut dengan penuh suka cita oleh para pengurus PB Percasi. “Kami tentu saja senang sekali mendengar kabar ini karena setelah melihat begitu beratnya perjalanan Irene dalam upaya mencetak sejarah ini, kami pikir baru tahun depan Irene akan berhasil,” tutur Sekjen PB Percasi Harry Jaya Pahlawan yang dihubungi melalui telepon.
Teks foto : Irene Kharisma Sukandar waktu di kota tua Dresden (Foto oleh Kristianus Liem)